Saturday, April 30, 2016

PROFIL, TUGAS POKOK DAN FUNGSI PANITERA PENGGANTI

Oleh : Dr. H. Teuku Ilzanor, SH., SE., M.Hum

DASAR HUKUM & KEWAJIBAN PANITERA PENGGANTI

1.  Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti bertugas membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang Pengadilan. (UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum)
2.  Buku I Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung  Republik Indonesia Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tanggal 4 April 2006 tentang Pemberlakuan Buku I  Pedoman Pelaksanan Tugas dan Administrasi Pengadilan.

TUGAS PANITERA PENGGANTI
Terkait dengan tugas Panitera Pengganti, secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1.    Tugas yang dijalankan sebelum persidangan,
2.    Ketika persidangan berlangsung
3.    dan sesudah persidangan selesai. 

TUGAS YANG DIJALANKAN SEBELUM PERSIDANGAN
Panitera Pengganti memiliki tugas untuk memeriksa kesiapan persidangan dan menjalankan protokoler proses persidangan.

SAAT PERSIDANGAN BERLANGSUNG
Panitera Pengganti memiliki tugas untuk mencatat segala sesuatu yang terjadi pada saat persidangan termasuk membuat berita acara persidangan

SETELAH PERSIDANGAN
Panitera Pengganti memiliki tugas mengerjakan minutasi perkara

TEKNIS PELAKSANAAN TUGAS-TUGAS PANITERA PENGGANTI
a.   Mengetahui Jumlah Perkara yang akan disidangkan , Nama-nama Majelis Hakim dan nomor perkara yang akan di sidangkan.
b.   Pemberitahuan verifikasi orang-orang di dalam persidangan
c.   Pemberitahuan hal-hal terdahulu dalam hal sidang lanjutan
d.  Pemberitahuan kepada majelis hakim terkait pemanggilan nomor urut sidang yang ditunda/dilewatkan sementara karena ada pihak yang belum lengkap/datang
e.   Pemberitahuan kesiapan penerjemah (bahasa daerah atau bahasa asing)
f.   Ketersediaan perangkat-perangkat elektronik penunjang dan keadaan layak pakai
g.  Memberitahukan/mengingatkan jika ada perubahan alamat para pihak dan kemungkinan munculnya relaas delegasi
h.  Kepastian keabsahan putusan
i.   Penandatanganan BAS (Minutering)

SUSUNAN BERKAS PERKARA SESUAI BUKU II MAHKAMAH AGUNG RI
1.    Surat gugat;
2.    SKUM;
3.    Penetapan Majelis/Hakim;
4.    Penunjukan Panitera Pengganti;
5.    Penetapan Hari Sidang;
6.    Relaas-relaas Panggilan;
7.    Berita Acara Sidang;
8.    Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada);
9.    Tanggapan Bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada);
10. Gambar Situasi (bila ada);
11. Surat-surat lain.

TUGAS PANITERA PENGGANTI
1.    Bidang Perdata
a.    Panitera Pengganti membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang   pengadilan.
b.    Membantu Hakim dalam hal membuat penetapan hari sidang.
c.    Membuat penetapan sita jaminan.
d.    Membuat berita acara persidangan yang harus selesai sebelum sidang berikutnya.
e.    Melaporkan kepada Panitera Muda Perdata untuk dicatat dalam register perkara mengenai penundaan hari-hari sidang, perkara yang sudah putus berikut amar putusannya.
f.     Menyerahkan berkas perkara kepada Panitera Muda Perdata bila telah selesai diminutasi.  
2.    Bidang Pidana
a.    Panitera Pengganti membantu hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan.
b.   Membantu hakim dalam hal membuat penetapan hari sidang.
c.    Membuat penetapan terdakwa tetap ditahan, dikeluarkan dari tahanan atau diubah jenis penahanannya.
d.   Membuat berita acara persidangan yang harus selesai sebelum sidang berikutnya.
e.   Melaporkan barang bukti kepada panitera.
f.    Melaporkan kepada Panitera Muda Pidana mengenai penundaan hari-hari sidang dan juga mengenai perkara yang sudah putus berikut amar putusannya.
g.   Menyerahkan berkas perkara kepada Panitera Muda Pidana bila telah selesai diminutasi. 
3.   Memasukkan data perkara kedalam SIPP/CTS serta  melaporkan kegiatan persidangan tersebut kepada Panitera Muda yang bersangkutan.
4.   Memastikan proses perekaman data-data dalam proses persidangan terbaca dalam bentuk softcopy baik dalam cd/hard-disk.

PANITERA PENGGANTI SEBAGAI SUATU PROFESI

Ciri-Ciri Suatu Profesi
Panitera Pengganti
Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan Pengetahuan, keahlian/keterampilan tertentu.
PP berlatar belakang  pengetahuan sarjana hukum dan sudah  bekerja sebagai PNS Pengadilan selama 3 tahun dengan  keahlian/ketrampilan tertentu.
Pengetahuan dan keterampilan diperoleh melalui pendidikan formal / pelatihan informal
Pengetahuan dari suatu pendidikan formal dan Program diklat untuk PP ditempuh pula secara informal
Adanya standar etika profesi dalam melaksanakan pekerjaan
Adanya pedoman perilaku untuk Panitera dan Jurusita, bekerja sama dengan erat dengan hakim.
Adanya sifat kerahasiaan dalam pekerjaan tersebut yang tidak dapat diberikan pada setiap orang.
Pekerjaan yang dilakukan oleh PP hanya dapat diakses oleh kalangan terbatas yaitu Hakim atau sebagian dari staf pengadilan yang dinyatakan oleh undang-undang

TANGGUNG JAWAB PROFESI PANITERA PENGGANTI
1.    Bertanggung jawab terhadap dunia profesi yang dimilikinya dan menaati kode etik yang berlaku
2.    Bertanggung jawab atas hasil profesi yang dilaksanakannya
3.    Bertanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Segala apa yang dikerjakannya adalah sesuatu yang bermanfaat, tidak melanggar hak orang lain dan tidak merusak nilai-nilai kemanusiaan serta masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
4.    Dalam keadaan apapun dia harus berani mangambil resiko untuk menegakkan kebenaran yang berhubungan dengan profesinya, secara bertanggungjawab dia harus berani berucap, bertindak dan mengemukakan sesuatu yang sesuai dengan kebenaran tuntunan profesi yang diyakininya.
5.    Dia secara sadar harus selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas yang berhubungan dengan tuntunan profesinya, sesuai  dengan dinamika dan tuntunan zaman
6.  Dalam keadaan tertentu, bila diperlukan dia harus bersedia memberikan laporan pertanggunagjawaban kepada pihak maupun tentang segala hal yang pernah ia laksanakan sesuai dengan profesinya.

Seorang yang profesional setidak-tidaknya harus bertanggung jawab terhadap:
1.    Klien dan masyarakat yang dilayaninya;
2.    Sesama profesi dan kelompok profesinya;
3.    Pemerintah dan Negaranya.

Tanggung Jawab Menyelesaikan Tugas-Tugas Profesi Hukum mencakup:
a.    Pelayanan prima terhadap kepentingan masyarakat (Pencari Keadilan);
b.    Bertanggung jawab penuh dalam menyelesaikan tugas yang disepakati dengan prinsip cepat, tepat dan tuntas;
c.   Menghindari kecurangan-kecurangan/rekayasa yang negatif baik menyangkut keterangan/alat bukti lain, yang diperlukan maupun yang diberikan kepada pihak lain (menyembunyikan sesuatu yang perlu atau tidak perlu dikemukakan hanya untuk menguntungkan pihak tertentu);
d.    dalam menjalankan profesi agar selalu berprinsip untuk mencegah, menghindari dan menolak setiap upaya yang mengarah pada perbuatan melawan hukum sekalipun tujuannya untuk mensukseskan tugas yang diemban, seperti memberi peluang untuk disuap atau mengupayakan menyuap atau menjanjikan sesuatu pada pihak tertentu dengan tujuan agar tugas yang diembannya berhasil;
e.    bersifat menyerang/berupaya untuk mengalahkan pihak lain dengan menggunakan segala cara yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum;
f.     Selain tanggung jawab moral hukum, dalam menjalankan tugas profesi haruslah disadari bahwa didalamnya terdapat juga tanggung jawab pada negara, keluarga dan Tuhan.

Wednesday, April 20, 2016

EKSEKUSI ANAK (STUDI ANALISIS PUTUSAN HADHANAH) Oleh : Tim PA Selayar


I.    PENDAHULUAN
Amar putusan hadhanah yang berkekuatan hukum tetap menetapkan bahwa penggugat (Ibunya) berhak untuk memelihara seorang anak, dan menghukum tergugat (ayahnya) menyerahkan anak tersebut kepada penggugat. Bila amar putusan tersebut tidak dilaksanakan secara sukarela oleh tergugat atau para pihak yang terkait dengan pelaksanaan putusan maka upaya yang dilakukan oleh pengadilan selama ini melakukan eksekusi berdasarkan permohonan penggugat. 
Menjadi perbedaan pendapat dikalangan pakar hukum dan praktisi hukum, apakah boleh dilakukan atas anak ? Apakah ada dasar hukumnya? Bila ada aturan hukum yang mengatur eksekusi, maka bagaimana tekhnis pelaksanaan eksekusi dan apa saja kendala substansial dan tekhnisnya dalam pelaksanaannya? Bila anak yang akan dieksekusi disembunyikan, apakah tindakan hukum yang harus dilakukan? Apakah memungkinkan Dwangson diterapkan dalam amar putusan Hadhanah?
Beberapa permasalahan tersebut akan menjadi fokus kajian makalah ini.

II.    HADHANAH DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
Ada hubungan yang sangat erat antara eksekusi anak dan putusan hadhanah. Sering terjadi permohonan hadhanah, memunculkan putusan condemnatoir yang mengharuskan adanya eksekusi apabila salah satu pihak tidak melaksanakan putusan.

Hadhanah secata etimologi berarti mengasuh anak, memelihara anak dan mendidik anak. Hadhanah juga berarti al-janbu, al-dlammu ila al-janbi (sebelah atau pihak lain). Dalam literatur fikih, para fuqaha menyebutkan :

Artinya : Penyerahan tanggung jawab pendidikan anak kepada orang yang berhak melaksanakan atau suatu penyerahan tanggung jawab pendidikan, pemeliharaan atas anak/orang yang belum cakap mengurus dirinya, karena belum adanya kecakapan, seperti anak kecil atau dewa tapi gila.

Muhammad Jawad al-Mughniyah menyebutkan bahwa hadhanah atas anak adalah terkait dengan pendidikan anak dan pengasuhan anak sehingga memerlukan seorang pengasuh hingga ia dewasa. Sayid Sabiq, mengemukakan juga bahwa hadhanah adalah melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil laki-laki atau perempuan atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu demi kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang merusak jasmani dan rohaninya serta akalnya agar mampu berdiri sendiri dalam menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab apabila sudah dewasa.
Landasan hukum dalam hukum positif dapat dilihat dalam Pasal 41, huruf a dan b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 24, ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 1975, pasal 156, 105, huruf a, b, dan c. komplikasi Hukum Islam, Pasal 66a UU No. 7 Tahun 1989.

Adanya perhatian atas nasib oleh hukum, baik hukum Islam maupun hukum positif tersebut, menandakan adanya kesadaran hukum dan moral di kalangan pakar hukum dan praktisi hukum. Tujuannya adalah untuk menjaga perkembangan anak, memenuhi kebutuhan sandang pangan dalam usia tertentu, menjamin masa depannya dan upaya memanusiakan manusia.

III.    EKSEKUSI PUTUSAN HADHANAH
Belum ada penelitian secara akademik yang menunjukkan bahwa mengapa agak jarang masyarakat menggunakan haknya untuk memohon eksekusi atas anak. Asumsi dasar berikut, dapat menjawab fenomena tersebut, antara lain :
1.  Belum membudayanya permohonan eksekusi di kalangan masyarakat atas penguasaan anak, sehingga sering terjadi masyarakat atau pencari keadilan cukup menyelesaikan secara kekeluargaan.
2.      Prosedur eksekusi yang memakan waktu lama
3.  Istri atau Suami yang mengajukan cerai, hanya ingin bebas dari suami atau istri, sehingga masalah siapa yang berhak atas anak tidak terjadi persoalan pokok dan mendasar.
4.    Kendala struktural, kultural, sosiologis dan psikologis masyarakat yang masih bersifat kolektif yang mengedepankan asas kekeluargaan.

Masalah eksekusis atas anak, masih diperselisihkan oleh para pakar hukum dan praktisi hukum. Pendapat yang muncul dapat diklasifikasi dalam dua kelompok, yaitu Pendapat Pertama yang membolehkan, dengan alasan bahwa dalam HIR atau hukumnya dapat ditemukan antara lain dalam Pasal 259 ayat (1) R. Bg dan Pasal 319hBW. Eksekusi atas penguasaan anak dibenarkan demi kepentingan anak tersebut.
Termasuk alasan kelompok pertama bahwa perkembangan hukum yang dianut akhir-akhir ini menetapkan bahwa penguasaan anak yang putusnya bersifat condemnatoir, jika sudah berkekuatan hukum tetap, maka putusan tersebut dapat dieksekusi. Pengadilan mempunyai hak upaya paksa dalam melaksanakan putusan tersebut (execution force).
Pada tanggal 6 Juli 1999, Mahkamah Agung RI yang tergabung dalam TIM E menetapkan bahwa penguasaan anak dalam pelaksanaan eksekusinya merupakan upaya paksa dan dapat dijalankan, dan apabila ada yang menghalangi terhadap eksekusi itu dapat Dipidana sesuai dengan Pasal 216 (1) KUHP.
Pasal 319 KUH Perdata yang mengatakan bahwa jika pihak yang senyatanya menguasai anak-anak yang belum dewasa itu menolak menyerahkan anak-anak itu, maka para pihak yang menurut keputusan pengadilan harus menguasai anak tersebut, boleh meminta melalui perantaran juru sita dan menyuruh kepadanya melaksanakan keputusan itu.
Dua kata kunci yang harus dipahami dalam Pasal 319 tersebut, pihak yang senyatanya menguasai anak-anak dan pihak yang menurut keputusan harus menguasai mereka. Kalimat pertama ditujukan kepada pihak yang dihukum untuk menyerahkan penguasaan anak atau orang lain yang diberi amanah. Kalimat kedua menunjukkan ada pihak-pihak yang harus menguasai anak secara hukum, sehingga dibenarkan untuk melakukan upaya hukum, termasuk mengajukan eksekusi atas anaknya.
Pendapat Kedua mengatakan bahwa eksekusi atas anak tidak dibenarkan, dengan alasan bahwa anak itu tidak boleh dipaksa-paksa dan bersifat tidak manusiawi dan akan membahayakan mental anak (Pasal 33 HIR). Yurisprudensi yang terkait dengan eksekusi hanya dalam kaitannya dengan hukum benda, bukan orang. Putusan declatior lazimnya hanya memberikan penetapan hak, tidak dapat dieksekusi melalui upaya paksa (execution Force). Dalam filosofi hukum pun dikenal, bahwa anak bukanlah benda yang dapat dibagi (in natura), oleh karena itu jalur dan lajur sukarela antara para pihak harus dilakukan demi kebaikan si anak.
Apapun alasan masing-masing pendapat diatas, sebenarnya pendapat pertama dapat dijadikan patokan hukum. Terhadap argument kelompok kedua, bahwa anak tidak manusiawi membiarkan anak-anak tersebut dibawah pengawasan orang tidak bertanggung jawab, tidak mampu secara hukum dan tidak sah secara hukum, boleh jadi upaya paksa melalui eksekusi akan lebih bermanfaat dari pada membiarkan dalam kemudaratan (Dza’ru al-mafasid muqaddamu ‘ala jalbi al-mashallh).
Prosedur hukum acara eksekusipun, akan melalui tahap teguran (aanmanning), termasuk pemberitahuan atas adanya eksekusi. Langkah ini sudah cukup adil dan bijaksana dalam memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang tidak melaksanakan putusan secara sukarela. Upaya ini merupakan langkah psikologis yuridis, dengan memberikan dan kesempatan agar para pihak menyadari hak dan kewajibannya.
Hukum tidak mengenal siapa, waktu dan tempat. Pelaksanaan dan penerapan hukum secara teknislah yang menentukan hukum itu dapat diterapkan atau tidak. Prosedur teknis, dalam istilah kaidah hukum islam adalah dhony al-Tanfidziyah, artinya hukum dapat dilaksanakan disesuaikan dengan keadaan, bukan mengubah hukum dasar atau hukum asal. Oleh karena itu perdebatan boleh tidaknya eksekusi atas anak, perlu diakhiri dengan catatan bahwa eksekusi tetap ada dan berkekuatan hukum, tetapi dalam pelaksanaannya disesuaikan secara kondisi sosiologis teknis prosedural.

IV.    PROSEDUR TEKNIS EKSEKUSI HADHANAH
Prosedur eksekusi penguasaan anak dapat diuraikan secara kronologis, sebagai berikut :
a.    Putusan, telah mempunyai kekuatan hukum tetap
b.    Pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela
c.    Penggugat mengajukan permohonan eksekusi sesuai dengan aturan yang ada
d.  Ketua Pengadilan menetapkan sidang ammaning dengan memanggil kedua belah pihak dalam tenggang waktu delapan hari
e.   Bila telah lewat 8 hari dari waktu aanmaning (Pasal 207 R. Bg/196HIR),maka ketua pengadilan mengeluarkan surat perintah eksekusi
f.     Eksekusi dilakukan ditempat orang yang dihukum untuk menyerahkan anak itu dan atau ditempat orang yang menguasai anak tersebut
g.    Pelaksanaan eksekusi dibantu oleh dua orang saksi yang memenuhi unsur-unsur pasal 210 ayat 2 R. Bg, (telah berumur 21 tahun, penduduk Indonesia, jujur dan dapat dipercaya)
h.    Panitera atau juru sita mengambil anak tersebut secara baik, sopan dan sesuai adat setempat, dan bila termohon atau terhukum menghalangi maka harus dilakukan dengan paksaan
i.     Juru sita membuat berita acara eksekusi yang ditandatangani oleh juru sita dan dua orang saksi dalam lima rangkap

Termasuk upaya paksa adalah dengan menggunakan alat negara, seperti polisi bila enggan menyerahkan anak secara sukarela atau disembunyikan oleh pihak ketiga. Sebab itu ditutup kemungkinan seorang anak akan disembunyikan oleh para pihak tertentu untuk menggagalkan eksekusi.
Dengan terpenuhinya asas-asas eksekusi, yaitu :
1.    Menjalankan putusan yang berkekuatan hukum tetap
2.    Putusan tidak dijalankan secara sukarela
3.    Putusan mengandung amar condermnatior
4. Eksekusi atas perintah dan dibawah ketua pengadilan, maka eksekusi dapat dilaksanakan

Ketika akan dilaksanakan eksekusi, si anak disembunyikan oleh terhukum atau oleh pihak-pihak yang terkait dengan hukum, termasuk kondisi dimana terhukum membawa anaknya ke luar negeri untuk menetap bersama sebagai tenaga kerja. Apakah tindakan hukum yang dilakukan atas masalah tersebut? Pemecahan yang umum dilakukan adalah membuat berita acara penundaan eksekusi dengan alasan bahwa eksekusi tidak dapat dilaksanakan karena ada upaya dan itikad tidak baik dan terhukum.
Sebenarnya prosedur penundaan tersebut dibenarkan oleh hukum acara, akan tetapi apakah tidak ada cara pendekatan yang lebih persuasif dan kekeluargaan dalam proses eksekusi. Artinya ketua pengadilan dan Panitera yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan eksekusi harus aktif dan bijaksana dalam mencari celah demi keberhasilan eksekusi. aktif dan bijaksana dimaksudkan adalah memberikan penjelasan kepada pihak terhukum atau pihak-pihak yang terkait dengan anak tersebut agar melaksanakan dengan sukarela putusan tersebut.
Juru sita bekerja sama dengan aparat pemerintahan setempat dapat memasuki tempat-tempat yang dianggap sebagai lokasi keberadaan anak. Kerja sama ini penting artinya dalam upaya menegakan wibawa pengadilan dimata lembaga dan instansi lain, sehingga hukum tidak hanya menjadi wewenang pengadilan, tetapi pada saat-saat tertentu, instansi lainpun ikut memikul tanggung jawab dalam reformasi hukum dan menciptakan keadilan hukum dalam masyarakat.

V.    PERLUNYA PENERAPAN DWANGSOM
Dwangsom atau astreinte adalah hukuman tambahan dalam putusan hakim terhadap orang yang dihukum untuk membayar sejumlah uang selain yang telah disebutkan dalam hukum pokok dengan maksud agar ia bersedia melaksanakan hukuman pokok sebagaimana mestinya dan tepat waktu. Lembaga dwangsom diatur dalam pasal 606 a dan 606 b B.Rv. yang mulai dipergunakan oleh Raad Van Justitie dan Hoegerechtteshof tahun 1938, memang dalam HIR dan R. Bg, tidak disebutkan secara rinci.
Masih terjadi dualisme pemikiran dalam hal ini, ada yang berpendapat tidak layak diterapkan pada kasus hadhanah, dengan alasan konteksnya berbeda dengan ganti rugi (Pasal 225 HIR) atau kompensasi dalam hukum perdata atau masalah hutang piutang. Bagi kalangan yang berpendapat perlu dilakukan lembaga dwangsom dalam putusan hadhanah, dengan alasan :
1.  Sebagai langkah strategis dalam upaya mencegah para pihak tidak melaksanakan putusan dan mencegah keputusan hampa (ilusoir)
2.    Hanya merupakan hukuman tambahan, bila hukuman pokok tidak dipenuhi, sehingga pelanggaran dwangsom pun dapat dieksekusi.
3.    Sebagai tekanan psikis, sehingga dengan sukarela melaksanakan putusan

Pasal 225 HIR, Pasal 259 R.Bg., yaitu gugatan untuk melaksanakan suatu persetujuan berdasarkan pasal 1267 KUH Perdata dapat dijadikan dasar dalam putusan yang memuat tuntunan dwangsom. Oleh karena itu, penggugat yang menuntut hadhanah, dapat mengajukan tuntunan dwangsom (pasal 606 a B. Rv) dengan didasarkan pada posita yang jelas,3) besarnya dwangsom tidak berkenaan dengan gugatan pembayaran sejumlah uang, 4) tuntunan dwangsom dicantumkan secara jelas dan tegas dalam pettum), 5) Majelis hakim yang memeriksa tuntunan hadhanah yang mencantumkan dwangsom harus benar-benar memperhatikan layak tidaknya untuk diterima dengan melihat kondisi ekonomis yang akan melaksanakan dwangsom , 6) termasuk layak tidaklah dwangsom dalam perkara yang sedang diperiksa dalam arti beralasan hukum atau tidak tuntutan dwangsom tersebut.
Oleh sebab itu, diantara pettium (selain pettium lainnya) yang terkait dengan tuntutan dwangsom aas hadhanah adalah :
1.    ………..
2.    ………..
3.    ………..
4.    Menghukum tergugat untuk membayar kepada penggugat sebesar Rp…………(…..) setiap hari keterlambatan melaksanakan putusan ini terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
Dalam amar putusan (bila tuntutan dwangsom diterima) maka berbunyi : menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp……….(……….) setiap hari, setiap penggugat melalaikan putusan berkekuatan hukum tetap.

VI.    PENUTUP
Eksekusi atas anak berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan selama prosedur dan asas pelaksanaan eksekusi diperhatikan oleh pelaksana eksekusi, khususnya Panitera dan juru sita sebagai ujung tombak pelaksanaan eksekusi.
Mencantumkan amar tuntutan dwangsom merupakan alternatif dalam upaya memberi kepastian hukum kepada anak, sehingga para pihak yang terlibat menyadari hak dan kewajibannya, minimal sifat condemnatoir putusan lebih diperhatikan oleh terhukum.
Perlu adanya perubahan pola pikir, baik secara struktural, kultural maupun yuridis atas berbagai pandangan masyarakat yang masih tabu untuk melakukan tuntutan permohonan eksekusi, minimal melalui penyuluhan hukum, sehingga nasib anak-anak dimasa mendatang terjamin sesuai dengan HAM dan pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya.
Sekalipun asas pasif yang dianut dalam hukum perdata, Aparat pengadilan Agama tetap dituntut untuk profesionalisme sesuai dengan tugas masing-masing, khususnya dalam eksekusi atas anak dengan segala akibat hukum yang ditimbulkannya.

Wa Allahu A’lam bi al-Shawab

KEPUSTAKAAN
Sudikno MertoKusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta,Liberty, 1993.
Wahabah al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuh, Damaskus, Dar al-Fikr, 1989
R. Tresna, Komentar HIR, Jakarta, Pradnya Paramita,1970
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta,Bula Bintang. 1081
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan eksekusi bidang perdata, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Muhammad Jawab al-Mughniya, al-fiqh al Mazahib al-Khamsyah, Beirut, Dar al-Fikr, 1990
Zainal Abidin,Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, al-Hikmah, 1995

Wildan Syuthi Mushtafa, Panitera Pengadilan, Tugas Fungsi dan Tanggung Jawab, Jakarta, MARI, 2002. 

Monday, April 18, 2016

TATA CARA PEMERIKSAAN MANAJEMEN PERADILAN

   I.  PROGRAM KERJA DAN PENCAPAIAN TARGET

1.Dalam penyusunan program kerja apakah Ketua Pengadilan Tingkat Banding/Ketua Tingkat Pertama mengikut sertakan Wakil Ketua, para Hakim,  Panitera, Sekretaris, Panitera Muda, dan pejabat struktural lainnya.

2.Apakah program kerja dibuat berdasar Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga Adminstrasi Negara.

3.Apakah program kerja mencakup :
a.Pernyataan visi, misi, strategi, dan faktor-faktor keberhasilan  organisasi.
b.Rumusan tentang tujuan, sasaran dan uraian aktivitas organisasi.
c. Uraian tentang cara pencapaian tujuan dan sasaran.

4.Apakah program kerja meliputi seluruh kegiatan secara rinci disertai jadwal dan target yang akan dicapai serta disesuaikan juga dengan DIPA tahun berjalan.

5.Apakah telah disusun penciptaan indikator kinerja atau ukuran keberhasilan program yang telah disusun serta tujuan yang akan dicapai oleh pengadilan pada tahun berjalan. 

II.  PENGAWASAN DAN PEMBINAAN

1.Pelaksanaan pembagian tugas antara Ketua dengan Wakil Ketua serta bekerja sama dengan baik.
2.Pembagian dan penetapan tugas dan tanggungjawab secara jelas dalam rangka mewujudkan keserasian dan kerja sama antara sesama pejabat/petugas yang bersangkutan.
3.Apakah Wakil Ketua telah berfungsi sebagai koordinator pengawasan didaerahnya masing-masing.
4.Apakah Hakim Pengawas yang telah ditunjuk telah melaksanakan tugas pengawasan dan telah memberi petunjuk serta bimbingan yang diperlukan baik bagi para pejabat struktural maupun pejabat fungsional dan petugas yang terkait.
5.Apakah pelaksanaan tugas pengawasan telah dibuat laporan secara tertulis.
6.Apakah laporan tersebut telah dievaluasi dan telah diberikan penilaian untuk kepentingan peningkatan jabatan. Kalau sudah dievaluasi bagaimana hasilnya. Kalau belum dievaluasi, apa kendalanya.
7.Apakah telah dilaporkan evaluasi hasil pengawasan dan penilaiannya kepada Pengadilan Tingkat Banding dan Mahkamah Agung.
8.Mengawasi pelaksanaan court calendar dengan ketentuan setiap perkara pada asasnya harus putus termasuk minutasinya dalam waktu paling lambat 6 bulan dan mengumumkannya pada pertemuan berkala dengan para hakim.
9.Apakah Ketua Pengadilan Tingkat Pertama telah mengeksaminir perkara yang telah diputus oleh para hakim dalam lingkungannya, kemudian hasilnya telah dikirim ke Pengadilan Tingkat Banding tembusan ke Mahkamah Agung, untuk menjadi salah satu bahan promosi.

III.  Kendala dan Hambatan

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, apakah ada kendala dan hambatan baik dari segi sarana dan prasarana, maupun  dari  segi anggaran dan personil. Untuk melihat kendala dan hambatan unit kerja yang diperiksa harus wawancara dengan pejabat yang terkait dan melihat langsung kenyataan yang ada.
Kalau kendala dan hambatan  ada, maka ditanyakan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding/Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, tentang jalan keluar apa yang telah ditempuh.

IV.  FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG

Salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan tugas sehari-hari adalah pemanfaatan faktor-faktor pendukung dalam satu unit kerja. Oleh karena itu adakan wawancara, dan lihat kenyataan yang ada apakah dalam unit kerja yang diperiksa ada faktor pendukung.
1. Catat berapa faktor pendukung yang ada.
2. Apakah faktor pendukung yang ada itu telah dimanfaatkan.
3. Kalau tidak dimanfaatkan kendalanya dimana.

V.   EVALUASI KEGIATAN

1.  Apakah ada rapat khusus untuk mengevaluasi kegiatan?
2.  Apakah rapat khusus tersebut diadakan secara rutin?
3.  Apakah evaluasi yang dilakukan berdampak positif tentang  pelaksanaan kegiatan?

Terhadap temuan yang didapatkan dalam pemeriksaan diatas khususnya temuan yang perlu ditindak lanjuti, maka dibuatkan Lembar Temuan Pemeriksaan (LTP),  yang isinya  :  kondisi,  kriteria, sebab, akibat serta  tanggapan obrik dan kontrak kinerja. Setelah itu dirumuskan penilaian hasil pemeriksaan ke dalam Uraian Hasil Pemeriksaan.


MATERI PEMERIKSAAN DALAM BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAWASAN (Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.KMA/080/SK/VIII/2006, Tgl 24-8-2006)


I. PENGAWAS RUTIN/REGULER

1. Manajemen Peradilan

2. Administrasi Perkara

3. Administrasi Persidangan dan Pelaksanaan Putusan

4. Administrasi Umum

a. Kepegawaian

b. Keuangan (Current Audit/sedang berjalan)

c. Inventaris

d. Perpustakaan, Tertib Persuratan dan Perkantoran

5. Pelayanan Publik


II. PENGAWASAN KEUANGAN
1. Post Audit/akhir tahun anggaran atau pengaduan atau indikasi penyimpangan

2. Review atas Laporan Realisasi Keuangan


III. PENANGANAN PENGADUAN


IV. PENGADAAN BARANG DAN JASA



PENGERTIAN PEMERIKSAAN (AUDIT)

Proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan tingkat kesesuaian antara suatu kondisi yang menyangkut kegiatan suatu entitas dengan kriterianya, yang dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independen dengan mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistimatis, analitis, kritis dan selektif, guna memberikan pendapat atau kesimpulan dan rekomendasi kepada pihak yang berkepentingan.


KEGIATAN YANG DILAKUKAN

1. Kegiatan secara sistimatis.

2. Dapatkan dan evaluasi bukti.

3. Meyakinkan tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan (UU. No.17/2003 Tentang Keuangan Negara, UU.No.1/2004 Tentang Perbendaharaan, PP. No.21 dan 22 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Berdasar Prestasi Kerja, Keppres No.80/2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, dan Peraturan yang terkait).

4. Mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak yang berkepentingan/ berwewenang.


UNSUR TEMUAN PEMERIKSAAN

1. Kondisi :

Merupakan fakta apa sebenarnya terjadi.

2. Kriteria :

Merupakan apa yang seharusnya ada yang digunakan sebagai pembanding dari kondisi.

3. Akibat :

Merupakan apa yang ditimbulkan dari perbedaan antara kondisi dengan kriteria (efesien, ekonomis dan efektif).

4. Sebab :

Mengapa sampai terjadi kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria.


MATERI PEMERIKSAAN PENGAWASAN KEUANGAN

1. Penentuan Obyek

a. Untuk MA setiap tahun.

b. Di daerah sesuai program.

c. Perintah Pimpinan MA/Kabawas.

d. Permintaan Obrik.



2. Persiapan Pemeriksaan

a. Penunjukan petugas.

b. Pengumpulan dan penelaan data :

1) Aturan ;

2) DIPA ;

3) Laporan kegiatan;

4) Laporan pemeriksaan sebelumnya

c. Penyusunan program kerja pemeriksaan (PKP) :

1) Organisasi ;

2) Jadwal ;

3) Objek, sasaran dan ruang lingkup ;

4) Langkah-langkah.

3. Pelaksanaan Pemeriksaan

a. Pertemuan awal.

b. Penutupan kas :

1) Operasi brankas ;

2) Memerintahkan menutup Buku Kas Umum BKU ;

c. Pengujian perhitungan keuangan ;

1) Menghitung penerimaan (SPP/SPM) dan pengeluaran (Kuitansi atau SPK atau dan kontrak) ;

2) Membandingkan hasil opname kas dengan BKU ;

d. Pencatatan data umum objek pemeriksaan.

e. Pemeriksaan pengendalian keuangan :

1) Organisasi pengelolah ;

2) Rencana penggunaan anggaran ;

3) Pengawasan atasan langsung ;

f. Pemeriksaan penatausahaan keuangan :

1) Kelengkapan buku ;

2) Pengisian buku ;

3) Cara penyimpanan uang.

g. Pemeriksaan penerimaan anggaran :

1) Apa ada hambatan penerimaan ;

2) Anggaran yang diserap.

h. Pemeriksaan penerimaan Negara.

i. Pemeriksaan pengeluaran :

1) Bukti pengeluaran ;

2) Efisiensi dan efektifitas pengeluaran ;

3) Prosedur dan kebenaran pengeluaran.

j. Pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan :

Ketepatan dan kebenaran pembuatan laporan.

k. Pemeriksaan pembuatan daftar realisasi keuangan.



MATERI PEMERIKSAAN PENGADAAN BARANG DAN JASA


I. Dokumen pengadaan dan kriteria evaluasi.

II. Strategi pemeriksaan pengadaan jasa konsultansi dengan sistem evaluasi kualitas.

III. Strategi pemeriksaan kerangka acuan kerja untuk jasa konsultan.

IV. Strategi pemeriksaan pengadaan jasa konsultansi dengan sistem evaluasi kualitas teknis dan biaya.

V. Strategi pemeriksaan jasa konsultansi dengan sistem evaluasi PAGU anggaran.

VI. Strategi pemeriksaan terhadap evaluasi biaya terendah.

VII. Strategi pemeriksaan terhadap evaluasi penunjukan langsung.

VIII. Strategi pemeriksaan jadwal pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi.

IX. Strategi pemeriksaan harga perhitungan sendiri (HPS) untuk pekerjaan pengadaan barang dan jasa (PBJ).

X. Strategi pemeriksaan HPS untuk pekerjaan jasa konsultansi.

XI. Strategi pemeriksaan penyusunan dokumen PBJ.

XII. Strategi pemeriksaan dokumen pengadaan jasa konsultansi.

XIII. Strategi pemeriksaan dokumen pengadaan jasa konsultansi.

XIV. Strategi pemeriksaan PBJ dari penyedia (rekanan).

XV. Strategi pemeriksaan pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi.

XVI. Strategi pemeriksaan dokumen kontrak.

XVII. Strategi pemeriksaan pelaksanaan kontrak.

XVIII. Strategi pemeriksaan PBJ dengan swakelola.

XIX. Strategi pemeriksaan penyesuaian harga.



SISTEM PENGADAAN BARANG DAN JASA :

1. PENYEDIA BARANG DAN JASA

a. Pengadaan Barang/Jasa Pemborongan

1) Pelelangan Umum - Prinsip

2) Pelelangan Terbatas – Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas (pekerjaan kompleks)

3) Pemilihan Langsung – No.1 dan 2 dinilai tidak efesien

4) Penunjukan langsung :

- Keadaan tertentu (Penanganan darurat dan/atau pekerjaan yang perlu dirahasiakan, dan/atau nilai maksimun 50 juta rupiah).

- Keadaan khusus (berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah, atau hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia, atau hasil peroduksi usaha kecil).

b. Pengadaan Jasa Konsultansi

1). Seleksi Umum

2) Seleksi Terbatas

3) Seleksi Langsung

4) Penunjukan Langsung



2. SWAKELOLA

PROSES PENGADAAN

1. Persiapan

a. Perencanaan.

b. Pembentukan panitia/penunjukan pejabat pengadaan.

c. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan.

d. Pengumuman rencana pengadaan.

e. Penyusunan harga perhitungan sendiri (HPS).

f. Menyiapkan dokumen pengadaan.

g. Undangan pelelangan.

2. Pelaksanaan Pengadaan

a. Kualifikasi/penilaian calon penyedia barang dan jasa.

b. Pemasukan dan evaluasi penawaran.

c. Penetapan pemenang, sanggahan dan pengaduan masyarakat.

d. Penandanganan kontrak.

e. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan

f. Penerimaan hasil pekerjaan.

g. Pembayaran nilai kontrak.