DASAR FILOSOFIS KODE ETIK & PEDOMAN PERILAKU HAKIM ( KEPPH )
Oleh
ANSYAHRUL
( Disampaikan pada Pemantapan KEPPH Bagi Hakim Masa Kerja 0-8 Tahun yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial RI di Mataram 24 Februari 2015 )
Menjadi
seorang Hakim, adalah merupakan pilihan, apapun alasannya. Ada yang beralasan
“iseng”, ada yang beralasan “tidak sengaja”, ada yang beralasan “sebenarnya
bukan passion saya”, ada yang beralasan “terpaksa karena mencari
pekerjaan susah”, ada yang beralasan “hanya ini lamaran saya yang diterima”,
ada yang beralasan “panggilan jiwa”, atau “terpanggil”, atau “ingin mengabdi
kepada bangsa dan negara”, atau “ingin menerapkan ilmu yang telah diterima di
bangku kuliah”, ada pula yang beralasan “untuk lahan mencari nafkah untuk
hidup”, ada pula yang beralasan “untuk jadi kaya”, dan berbagai alasan lain
dari masing-masing hakim, namun senyatanya adalah bahwa menjadi Hakim merupakan
pilihan mereka.
Secara
kodrati, dalam kehidupannya manusia adalah “bebas”, bukan dalam pengertian
“lepas”, tapi dalam pengertian “merdeka”, yaitu “merdeka dalam memilih untuk
mengikatkan diri pada sesuatu”, dan manusia ideal adalah “manusia yang
konsekuen dengan pilihannya”.
Apabila
seseorang telah menentukan pilihannya menjadi Hakim, maka ia harus konsekuen
untuk menaati seluruh aturan, norma, dan tata tertib jabatan Hakim tersebut,
yaitu mengenai tugas pokok dan fungsi, hak berlaku bagi pemangku jabatan Hakim,
termasuk kode etik dan pedoman perilaku sebagai Hakim.
Jika
seorang Hakim tidak menaati aturan-aturan tersebut, berarti ia tidak konsekuen
dengan pilihannya, dan hal tersebut berarti merupakan pengkhianatan yang akan
merugikan diri sendiri, jabatan yang disandangnya, lembaga / institusi yang
membawahinya, serta bangsa dan negara. Untuk itu ia harus
mempertanggungjawabkannya kepada bangsa, negara, masyarakat, dan Tuhan Yang
Maha Esa, karena setiap ia memutus suatu perkara, ia wajib melafazkan sumpah : Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dasar
filosofis Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ( KEPPH ) harus benar-benar
dipahami oleh para Hakim, karena dari begitu banyaknya pengaduan yang diajukan
oleh masyarakat menyangkut perilaku negatif para Hakim, baik yang diajukan
kepada Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Ombudsman, dan lembaga-lembaga lainnya,
adalah merupakan indikator bahwa ada yang tidak beres dalam memahami KEPPH.
Kenyataan
menunjukkan bahwa masing-masing Hakim mempunyai pandangan dan sikap serta
persepsi dan asumsi berbeda-beda mengenai KEPPH ini. Ada yang berpersepsi bahwa
KEPPH justru membelenggu kebebasan Hakim ; yang lain berasumsi bahwa apabia
seorang Hakim mengamalkan KEPPH tersebut secara utuh, akan menjadikan ia
“makhluk aneh” dan tidak akan bisa bersosialisasi, dan bagaimana ia akan mampu
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat ;
sebagian yang lain berpendapat bahwa KEPPH tersebut adalah utopia, yaitu
sesuatu yang ideal yang tidak akan mungkin dipenuhi oleh para Hakim secara
utuh, sementara yang lain memandang KEPPH dengan acuh, bahkan sinis, yang
sebagian lagi tidak peduli ; namun demikan masih ada yang melihat peranan KEPPH
ini secara waras.
Untuk
dapat mengamalkan KEPPH ini, para Hakim harus memahami betul makna jabatan
“Hakim” dari berbagai segi seperti : filosofi, agama, psikologis, yuridis,
antropologi, sosiologis, politis, dan budaya.
KEPPH
terdiri atas dua lapisan, yaitu :
1. Kode Etik ( Code of Etics yang juga disebut
sebagai Code of Professional Responsibility ) yang juga dikenal dengan
istilah “Kode Etik Profesi” yaitu “Kumpulan asas atau nilai yang ditetapkan
dan diterima oleh kelompok profesi yang menjadi pedoman bagaimana seharusnya
berperilaku dalam menjalankan profesi”1.
2.
Pedoman Perilaku ( Code of Conduct ), yaitu : “A written set of rules
governing the behavior of specified groups, such as lawyer, government
employees, or corporate employees”2. Code of Conduct ini
merupakan aktualisasi atau terapan dari Code of Etics yang sifatnya
abstrak dan universal.
Dasar filosofis KEPPH harus dikaitkan kepada hakekat,makna,
fungsi, tugas, dan tanggungjawab dari jabatan Hakim itu sendiri.
1Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra
Aditya Bakti, Bandung, Cetakan ke II, 2001, halaman 142
2 Bryan
A. Garner-Editor, Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, West Group,
St. Paul, Minnesota, United States of America, 1999, halaman 250
Selengkapnya silakan download Dasar Filosofis KEPPH
No comments:
Post a Comment